Selasa, 22 Juli 2008

Problem ekonomi masa depan prespektif ekonomi islam

A. Latar belakang.

Masalah ekonomi yang dihadapi masyarakat secara prinsip berbeda-beda, baik sebab-sebab timbulnya masalah ekonomi yang berakibat metode merumuskan keputusannya pun berbeda, keputusan ini akan menentukan arah-arah kebijakan ekonomi namun penyebab yang sering kali timbul secara dominan adalah factor kebijakan (policy) ekonomi yang menjadi penyebab timbulnya masalah ekonomi.

Terkadang penyebab bisa dilatarbelakangi oleh sosiologi masyarakat, ekonomi masyarakat, perbedaan geografi, dan factor politik.

Ahli-ahli ekonomi konvensional kapitalis, sosialis maupun ekonomi Islam menyatakan bahwa penyebab utama adanya masalah ekonomi adalah masalah kelangkaan sumber-sumber daya alam dalam upaya memenuhi kebutuhan hidup manusia, disamping masalah-masalah lain yang juga tidak dapat diremehkan.

Sebenarnya pembahasan ini adalah suatu upaya untuk mengetahui secara acak cara-cara masyarakat dalam mengatasi masalah ekonomi mereka. Oleh sebab itu perlunya suatu pembahasan tentang berbagai sistem ekonomi (organisasi perekonomiaan), dan sehingga dapat mengetahui bagaimana setiap system ekonomi tersebut memecahkan masalah-masalah yang dihadapi dalam suatu perekonomian. Tentu tidak terlebah dari struktur masyarakat.

B. Pengertian Masalah Ekonomi dan factor penyebabnya.

Masalah ekonomi mula-mula difahami secara makro ekonomi adalah soal bagaimana mencapai kemakmuran suatu bangsa, namun secara mikro ekonomi lebih pada pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat. Tetapi kemudian bergeser menjadi masalah kemiskinan, konflik antar ras dan bangsa, akhir-akhir ini menjadi masalah kompetisi dalam mengelola sumber-sumber alam secara lestari.

Sehingga dalam memahami masalah ekonomi, manusia perlu meletakkan dalam kerangka prioritas atau urgensinya. Didukung perangkat preferensi ekonomi atas segala masalah agar tepat memilih prioritas.

Dalam bahasa ekonomi, masalah ekonomi sering kali memaknai masalah itu adalah pada kelangkaan, kata “langka” berhubungan erat dengan kata terbatas atau ekonomis sebagai lawan dari tidak terbatas atau bebas. Kelangkaan adalah masalah utama setiap masyarakat ekonomi.

Menurut ilmu ekonomi, masalah ekonomi muncul karena adanya keinginan manusia yang tidak terbatas sedangkan sumber daya yang tersedia untuk memuaskan keinginan manusia tersebut jumlahnya tidak terbatas.

Oleh sebab itu masalah ekonomi bukanlah masalah yang jarang terdapat dalam kaitannya dengan berbagai kebutuhan hidup tetapi ia timbul karena kemalasan dan kealfaan manusia dalam usahanya untuk mengambil manfaat sebesar-besarnya dari anugrah Allah SWT baik dalam bentuk sumber-sumber manusiawi maupun sumber-sumber alami.

Bagi sistem ekonomi kapitalis, problem perekonomian adalah kurangnya sumber-sumber alam untuk memenuhi tuntutan yang ditimbulkan oleh peradaban itu sendiri. Bagi sosialisme, problem ekonomi sentral adalah kontradiksi antar pola produksi dan hubungan-hubungan distribusi.

Sedangkan menurut Baqir al-sadr Islam tidak menyetujui pandangan kapitalisme karena Islam mempertimbangnkan bahwa alam memiliki sumber-sumber yang berlimpah bagi manusia. Islam juga tidak menyepakati pandangan sosialis dalam hal bahwa masalahnya terletak bukan pada bentuk-bentuk produksi, namun pada faktor manusia itu sendiri.[1]

Masalah ekonomi muncul karena adanya distribusi yang tidak merata dan adil sebagai akibat system ekonomi yang membolehkan exploitasi pihak yang kuat terhadap pihak yang lemah. Yang kuat memiliki akses terhadap sumber daya sedangkan yang lemah tidak memiliki sehingga menjadi sangat miskin, karena itu masalah ekonomi bukan karena sumber daya yang terbatas, tetapi karena keserakahan manusia yang tidak terbatas.

C. Evolusi Masalah-Masalah Ekonomi Dan Pandangan Mengatasinya.

1. Masalah Ekonomi Pada masa Rasululah

Misalnya masalah ekonomi dalam Ekonomi Islam telah diisyaratkan oleh Rasulullah dalam suatu hadis yang diriwayatkan oleh Bukhori dan Muslim dari sahanat Zubair Bin awwam. "Bahwa seorang kamu membawa tali (pada pagi-pagi) pergi berangkat mencari dan mengerjakan kayu api ke bukit-bukit maka dijualnya dimakannya dan disedekahkanya lebih baik lagi daripada dia hidup meminta-minta kepada manusia lainnya " (HR.Bukhori dan Muslim). Contoh yang sangat sederhana dan primitif itu, Nabi dapat menegaskan so'al-so'al ekonomi di dalam segenap bahagianya. Mengerjakan kayu Api, adalah berarti berusaha menambah Produksi. Berusaha menjualnya adalah mengerjakan Distribusi. Memakannya adalah berarti memenuhi Konsumsi. Mensedekahkanya adalah mengerjakan rencana social.

2. Pandangan Pemikir Ekonomi Konvensional tentang Masalah ekonomi.

3. Pandangan Pemikir Muslim tentang Masalah Ekonomi.

4. Masalah Ekonomi Di Indonesia dan upaya mengatasinya dalam prespektif ekonomi Islam.

Agama Islam yang bersumber pada wahyu Ilahi dan Sunnah rasul mengajarkan kepada ummatnya untuk berusaha mendapatkan kehidupan yang baik di dunia yang sekaligus memperoleh kehidupan yang baik di akhirat. Memperoleh kehidupan yang baik di dunia dan di akhirat inilah yang dapat menjamin dicapainya kesejahteraan lahir dan bathin[2]. Dengan demikian kesejahteraan yang hendak dicapai itu adalah sebagaimana difirmankan Allah SWT :

ربنا أتينا في الدنيا حسنة وفي الأخرة حسنة وقينا عذاب النار (البقرة: ٢٠١)

“Dan diantara mereka ada yang berdo’a: Ya Tuhan Kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan peliharalah kami dari siksa neraka” (QS 2:201)

Dalam ayat di atas tampak sekali dua dimensi kesejahteraan dalam masyarakat Islam, antara kesejahteraan dan kemakmuran dunia dan akhirat, serta dalam mengapai kesejahteraan dan kemakmuran di dunia harus berorientasi pada makna dan tujuan manusia diciptakan sebagai khalifah di atas bumi maka fungsi khalifah atau penganti peran Allah SWT di muka bumi harus menjaga keseimbangan dunia dan berbuat dalam kerangka untuk meningkatkan kesejahteraan manusia bukan untuk individu-individu tertentu dalam masyarakat, bila keseimbangan tak dijalankan akan berakibat pada ketidakseimbangan sosial yang akan menghantarkan pada Sosial-chaos[3], oleh sebab itu kerangka kebijaksanaan yang berdimensi kemanusiaan dirumuskan dalam frame kesejahteraan dunia dan akhirat, sehingga di setiap usaha, pekerjaan, keputusan dan kebijakan berangkat dari nilai-nilai kemanusian dan bertindak dengan memikirkan akibat yang nyata bagi kemaslahatan manusia, si pembuat kebijakan akan merumuskan kebijakan dalam kerangka pengabdian pada Allah SWT bukan pada kerangka keuntungan relatif malah justru yang dikejar adalah keuntungan absolut di akhirat.[4] Sebagaimana dalam Al-Qur’ân Allah SWT Tegaskan:

إني جائل فالارض خليفة (البقرة : ۳۵) لا تفسد في الارض بعد إصلئها (البقرة )

وما خلقت الجن والإ نس الا ليعبدون

Akan dapat dilihat konsistensi antara konstitusi sebagai pijakan merumuskan kebijakan dengan pelaksanaan pembangunan dalam masyarakat telah dibahas para pakar di daerah ini, dan bahkan sering diulang selama 25 tahun terakhir oleh berbagai penulis. Misalnya antara konsep tentang pemenuhan kebutuhan dasar (basic needs) vs maksimisasi kepuasan keinginan (maximizing satisfaction of wants). Niat baik mereka patut dihargai walaupun antara penulis yang satu dan yang lainnya masih terdapat kontroversi dalam menempatkan paradigma Neo-klasik dan Marxist dalam pembangunan bangsa yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Ini patut dimaklumi karena kita pada periode itu sedang sibuk-sibuknya mengangkat ekonomi yang didasarkan pada nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila dihadapkan pada implementasi pembangunan yang sedang berlangsung yang dinilai tidak mengaitkan secara tegas pasal-pasal dalam UUD 1945 yaitu nilai-nilai moral dalam pembangunan.[5]

Selanjutnya, pasal 33 tercantum (1) perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan (2) cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara (3) Bumi air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk kemakmuran rakyat.[6]

Apabila kita renungkan kembali UUD 1945, maka keberhasilan pembangunan dicirikan oleh: Setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Ini berkaitan dengan tuntutan untuk melangsungan hidup dan kehidupan warga bangsa (life, property, posterity) [7]. Rinciannya sebagai berikut:

1. Semakin sehat jasmani dan ruhaninya. Ini berkaitan dengan tuntutan untuk beragama dan melaksanakan ajaran agamanya. Sasarannya pada kualitas iman dan taqwanya.

2. Siap mental dan fisik dalam bela negara. Ini berkaitan dengan hasrat untuk membela tanah air, karena cinta tanah air adalah bagian dari iman.

3. Cukup pendidikannya. Ini berkaitan dengan tuntutan tingkat pendidikan minimal yang dapat dijangkau oleh orang seorang. Sasarannya pada kualitas ilmu pengetahuan dan teknologi yang dikuasainya.

4. Berakses kokoh dalam lembaga sosial, ekonomi, dan politik.

5. Berperan aktif dalam melakukan kontrol sosial, dan

6. Semakin menurunnya jumlah fakir miskin dan anak-anak terlantar.

Tiga ukuran yang tersebut terakhir adalah berkaitan dengan keikutsertaan masyarakat dalam pembangunan, meningkatkan produktivitas, kesejahteraan dan efisiensinya.

Masalah ekonomi yang timbul di Indonesia adalah

1. Persoalan kesejahteran ekonomi masyarakat yang diindikasikan dengan meningkatnya pendapatan, konsumsi masyarakat, dan meningkat pula tabungan masyarakat.[8] Namun disisi lain tidak terjadi kesenjangan ekonomi antara si kaya dan miskin yang sangat serius.

2. Persoalan praktek bisnis sektor property yang akan mengakibatkan modal akan berkutat dalam sektor bisnis property padahal bila terlalu berlebihan akan mengakibatkan terganggu ekosistem sosial Jambi, misalnya rawan banjir sebagaimana yang terjadi di Jakarta utara dimana sebuah real estate tidak mengindahkan ekosistem social yang berakibat banjir terjadi. Bahkan secara ekonomis akan mematikan sektor pertanian dan perkebunan yang sebut saja usaha kecil dan menengah.[9]

3. Persoalan pengelolan sumber daya alam baik hutan produksi maupun hutan wisata, bagaimana pengembangannya dalam sistem ekonomi Islam.[10]

Masalah-masalah ekonomi terjadi evolusi, yang disesuaikan dengan fakta timbulnya pertumbuhan dan perkembangan masyarakat ekonomi baik sejarah perkembangan masyakaratnya, maupun dilatakbelakangi oleh kontekstualisasi tradisi masyarakat yang mengikat cara hidup (kebudayaan) suatu masyarakat. Hal ini disebabkan oleh berbagai macam sebab, misalnya Karl Mark membagi kepada 5 pase perubahan dalam masyarakat ekonomi yang itu semuanya dilatarbelakangi oleh pemikiran filsafat matrealis dialektika-Historisnya yakni ada masa komune primitif, masa perbudakan, masa feodalis, Masa kapitalis, Masa Kamunis Maka dalam kegiatan ekonomi modern adalah sambungan sejarah perkembangan ekonomi pra-modren. Karena semua peradaban manusia sebenarnya telah memiliki banyak cara untuk melakukan muamalah atau memenuhi kebutuhannya sehari-hari. Di dalam Kegiatan ekonomi tersebut meliputi pada 3 (tiga) corak kegiataan yaitu produksi, konsumsi, dan perdagangan (distribusi).

Dengan corak kegiatan ekonomi ini akan dapat tampak berbagai masalah ekonomi yang dihadapi masyarakat. Seperti halnya ahli-ahli ekonomi telah dapat membagi berbagai masalah ekonomi yang dihadapi manusia kepada beberapa masalah pokok yang disimpulkan dari tiga corak di atas. Tetapi kebanyakan masalah yang wujud dalam masyarakat dapat digolongkan kepada salah satu daripada beberapa masalah pokok berikut ini: Karena semua peradaban manusia sebenarnya telah memiliki banyak cara untuk melakukan muamalah atau memenuhi kebutuhannya sehari-hari. Di dalam Kegiatan ekonomi tersebut meliputi pada 3 (tiga) corak kegiataan yaitu produksi, konsumsi, dan perdagangan (distribusi).

Dengan corak kegiatan ekonomi ini akan dapat tampak berbagai masalah ekonomi yang dihadapi masyarakat. Seperti halnya ahli-ahli ekonomi telah dapat membagi berbagai masalah ekonomi yang dihadapi manusia kepada beberapa masalah pokok yang disimpulkan dari tiga corak di atas. Tetapi kebanyakan masalah yang wujud dalam masyarakat dapat digolongkan kepada salah satu daripada beberapa masalah-masalah pokok berikut ini :

1. Apakah barang yang harus diproduksikan dan berapa banyaknya?

Persoalan pertama ini adalah persoalan yang maha penting karena ia merupakan faktor yang terutama yang akan menentukan bagaimana pengunaan sumber-sumber daya. Akibat tidak langsung daripada ketidakmampuan sumber-sumber daya yang tersedia untuk memproduksikan semua barang yang diperlukan masyarakat. Sehingga dilakukan pilihan-pilhan prioritas mana saja dari sumber-sumber daya yang sangat perlu untuk digunakan dalam system ekonomi Islam barang-barang yang diproduksi adalah barang-barang yang halal. Karena semua sumber daya ekonomi adalah ciptaan Allah SWT buat manusia dan manusia berhak untuk memproduksinya demi memenuhi kebutuhan hidupnya.

Asalkan dalam produksi tidak melampaui batas sehingga dalam berproduksi harus dilandasi atas kebutuhan dan tidak tabzir sehingga hanya demi kemaslahatan umum saja. Bahkan barang yang haram tidak dibolehkan untuk diproduksi

2. Dengan cara bagaimana barang-barang diproduksikan ?

Barang yang diproduksi haruslah atas dasar etika dan moral. Dan yang terpenting adalah untuk menjaga sumber daya alam Namun dalam suatu criteria ekonomi suatu barang yang diproduksi haruslah efisiensi, yang mana tidak hanya terbatas kepada masalah efisiensi dari segi tehnik tetapi juga harus memperhatikan besarnya jumlah permintaan. Tetapi criteria efisiensi dalam suatu maslah ekonomi adalah harus memenuhi salah satu criteria dibawah ini:

a. Minimalisasi biaya untuk memproduksi jumlah yang sama.

b. Maksimalisasi produksi dengan jumlah yang sama.

3. Untuk siapa barang-barang diproduksikan ?

Barang yang diproduksi bertujuan untuk dua hal di bawah ini : Mewujudkan swasembada individu sehingga akan terpenuhi kebutuhan hidup yang cukup. Mewujudkan swasembada masyarakat sehingga masyarakat memeliki kemampuan pengalaman serta metode untuk memenuhi segala kebutuhannya baik materi dan spritual.Masalah ekonomi dalam semua system ekonomi pada hakikatnya adalah sama namun pendekatan yang berbeda dalam berbagai mazhab ekonomi bahkan dalam sistem ekonomi Islam meliputi apa yang diproduksi, bagaimana memproduksinya, untuk siapa diproduksi, bagaimana pembagian barang-barang tersebut sepenjang waktu dan bagaimana menjaga pemeliharaaan dan pertumbuhan system yang bersangkutan. Namun dari penyebab timbulnya masalah ekonomi tersebut ada pula masalah yang riel dari pada masalah ekonomi yakni :

ü kemiskinan (needy and poorness)

ü Pengangguran (Jobless)

ü kesenjangan sosio ekonomi (Sosio-economi gap).

Dalam system ekonomi kapitalis sumber masalahnya adalah scarcity of means versus infinity of needs. Sedangkan dalam ekonomi Islam sumber masalahnya adalah Individual ownership dan strafikasi social. Dalam ekonomi islam pangkal masalahnya adalah suul tadbir lil mawarid salah urus atas sumber daya ekonomi yang tersedia. Ini diakibatkan oleh kejahilan dan kezaliman manusia.

D. Cara Mengatasi Masalah Ekonomi.

Untuk mengatasi masalah ekonomi ada beberapa cara sebagai berikut: pertama, Maksimalisasi tingkat pemanfaatan sumber-sumber ekonomi, Sumber daya adalah anugrah yang Allah karuniakan kepada hambanya, untuk memenuhi kebutuhan hidup. Dan dapat untuk digunakan seperlunya dan tidak mubazir, tamak, rakus dan sesuai dengan kebutuhannya.

Kedua, Menimalisasi kesenjangan distributif. Kesejangan sering terjadi antara kaya dan miskin, yang lebih disebabkan oleh ditribusi yang tidak merata. Sehingga dalam ajaran ekonomi Islam ihtikar sangat dikecam sebagaimana dalam surah al-Hutamah dan suarah al-Hasyr ayat 7 : "kekayaan itu tidak beredar hanya dikalangan orang-orang kaya di antara kamu saja ". Hal ini juga di perkuat oleh pendapat Abu Dzar, seorang sahabat Rasulullah, ia berpendapat, tidak benar seorang muslim memeliki kekeyaaan melebihi kebutuhan keluarganya.

Ketiga, Melaksanakan aturan-aturan permintaan oleh unit-unit ekonomik Salah satu bagian integral dari kesatuan politik umat Islam adalah lembaga Hishbah. Peranananya, adalah melaksanakan pengawasan terhadap perilaku sosial, sehingga mereka melaksanakan yang benar dan meninggalkan yang salah.

E. Faktor-faktor yang berpengaruhi masalah ekonomi

Dalam masalah ekonomi faktor yang mempengaruhinya adalah Tanah dan sumber alam yang tersedia, karena soal kuantitas yang banyak tidak selamanya mampu untuk mengatasi kebutuhan dari masalah ekonomi. Oleh sebab itu Islam melarang tabzir, ihtikar, dan tamak, sehingga pengunaan sumber-sumber daya atas dasar kepentingan semua. Bukan kepentingan individu dan kelompok. Sifat seperti itu tidaklah boleh melekat pada manusia sebagai pemegang amanat.

Di dalam masyarakat, faktor-faktor produksi yang tersedia relatif terbatas jumlahnya. kemampuannya untuk mengatasi masalah ekonomi jauh lebih rendah daripada keinginan masyarakat tersebut. Seperti halnya India, keadaan ketidaseimbangan ini lebih nyata terlihat.

Keahlian keusahawanan, Masalah keterampilan dan keahlian yang mereka miliki untuk mengatasi maslah ekonomi yang perlu dipertanyakan.[1]

Modal, modal juga merupakan faktor yang mempengaruhi masalah ekonomi, modal untuk memodernkan alat produksi dan untuk mendatangkan sumber-sumber daya ekonominya.

Mencermati kelangkaan.

Kelangkaan atau kekurangan dalam bahasa ekonomi disebut dengan scarcity, hal ini sering berlaku sebagai akibat dari ketidak seimbangan antara kebutuhan masyarakat dengan faktor-faktor produksi yang tersedia dalam masyarakat.

Sedangkan dalam terminology arab tentang kelangkaan (al-nudrah), dan hal-hal yang terkait dengannya, ekonomi konvensional telah membatasi makna dan arti kelangkaan yang dimaksudkan. Sehingga batas-batas yang ditetapkan, tidaklah mencakup seluruh sumber-sumber daya yang ada secara kuantitas dan atau apa adanya namun juga hubungnnya dengan kebutuhan atau keinginan manusia. Jadi, bukan substansi yang mutlak. Dalam teori ekonomi berbahasa Arab, dengan istilah al-Nudrah al-nisbiyah (relatif scarcity). Dengan demikian, kaidah atau kriterium ekonomi konvensional yang menyatakan bahwa berbagai sumber daya yang ada itu relatif langka, ternyata hanya berdasarkan atau hanya dengan melihat perbandinganantara sumber daya dan berbagai kebutuhan serta keinginan manusia. Dimana fenomena kelangkaan, ini secara jelas dapat dilihat pada masalah harga atau kemampuan membeli seseorang. Maka kaum konvensionalis meyakini bahwa tidak akan ada kelangkaan barang tanpa harga. Dan tidak akan apernah ada harga tanpa kelangkaan itu tidak pernah ada atau lenyap, maka harga-harga barngpun secra otomatis akan ikut menghilang. Kebutuhan masyarakat adalah keinginann masyarakat untuk mengkonsumsi barang dan jasa. Sedangkan yang dimaksud dengan faktor-faktor produksi adalah benda-benda yang disediakan oleh alam atau diciptakan oleh manusia yang dapat digunakan untuk memproduksi barang-barang dan jasa-jasa dengan kata lain faktor-faktor produksi adalah sumber-sumber daya ekonomi. Kebutuhan manusia yang tidak terbatas dan sumber untuk memenuhi kebutuhannyapun juga tak terbatas sebab manusia memiliki nafsu untuk memenuhi kebutuhannya. Dengan nafsu besar tanpa ada kemampuan mengelola, memanfaatkan sumber daya yang ada untuk memenuhi kebutuhannya.


[1] Muhammad Baqir As-Shadr, Iqtisoduna, 1970hal. 307

[2] Karnaen A Poerwataadmaja, Membumikan Ekonomi Islam Di Indonesia,(Jakarta:Usaha Kami: 1996) hal.210

[3] Al-Gore, Earth In The Balance: Ecology And Human Spirit, (Hougton Mafflin: USA, 1992) diterjemahkan oleh Mukhtar Lubis, Bumi Dalam Keseimbangan: Ekologi Dan Semangat Manusia, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1994) hal 223

[4] Ziaudin Ahmad, Al-Qur’ân: Kemiskinan Dan Pemerataan Pendapatan, (Yokyakarta: PT Dana Bakti Prima Press, 1998) cet. 1, hal.18-20

[5] Murasa sarkaniputra, Pengantar Ekonomi Islam,(Jakarta:1997) hal. 61

[6] Masri Singarimbun, Penduduk dan Perubahan, (Yokyakarta, Pustaka Pelajar, 1996) hal 150.

[7] Ibid,. hal 62

[8] Umar Chapra, The future Of economics: An Islamic perspectif, (Jakarta: SEBI:2001) hal 162-163

[9]lihat Jambi ekpress tanggal Agustus 2002

[10] loc.cit. Murasa Sarkaniputra, dalam makalah tahun 2003, HUTANKU, HUTANMU, HUTAN KITA SEMUA