Selasa, 13 Mei 2008

STRUCTURALIS ANALISIS INVESTASI DAN PENGANGGURAN DI JAMBI SUATU KAJIAN EKONOMI ISLAM
A. Pendahuluan
Salah satu tujuan yang penting dalam pembangunan ekonomi adalah tersedianya lapangan kerja yang cukup untuk mengejar pertambahan angkatan kerja, lebih bagi negara berkembang, terutama Jambi, di mana pertumbuhan angkatan kerja lebih cepat dari pertumbuhan kesempatan kerja. Ada beberapa faktor mengapa hal tersebut lebih menonjol atau penting bagi Jambi.
Pertama, pertumbuhan penduduk di Jambi berkembang cenderung relative tinggi, sehingga cenderung melebihi pertumbuhan kapital.
Kedua, demografi profil lebih muda, sehingga lebih banyak penduduk yang masuk kelapangan kerja.
Ketiga, struktur industri di Jambi, yang cenderung mempunyai tingkat diversifikasi kegiatan ekonomi rendah, serta tingkat ketrampilan penduduk yang belum memadai, membuat usaha penciptaan lapangan kerja menjadi semakin kompleks. Dalam kondisi pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi (diatas 8%) maka penciptaan lapangan kerja baru akan mampu memenuhi tambahan angkatan kerja, ini yang terjadi di Jambi sebelum tahun 1990 s/d 1997.
Namun dengan adanya krisis moneter, di mana tercatat pertumbuhan ekonomi Jambi negatip, yaitu menurut perkiraan BPS, tahun 1998 pertumbuhan antara –13,6% s/d –15% dan tahun 1999 pertumbuhan antara –2% s/d –5,1%, akan membuat industri yang ada tidak mampu menciptakan kesempatan kerja yang baru untuk menampung tambahan angkatan kerja. Ada beberapa faktor yang membuat industri mengalami kesulitan dalam upaya meningkatkan kesempatan kerja.
Pertama, naiknya suku bunga pinjaman membuat investor menunda untuk melakukan investasi baru.
Kedua, krisis keuangan yang diikuti dengan ketidakstabilan politik membuat kepercayaan investor atau depositor terhadap industri perbankan di Jambi mencapai titik terendah, sehingga terjadilah kapital flight.
Ketiga, meskipun turunnya nilai tukar rupiah terhadap mata uang lainnya, mampu meningkatkan daya saing produk nasional di pasar international, namun kenyataannya nilai eksport Jambi tidak mengalami peningkatan yang tajam.
Akibat dari hal tersebut adalah kapital formation tidak terbentuk, bahkan cenderung negatif. Penciptaan lapangan kerja tidak terjadi, bahkan yang terjadi adalah meningkatnya pengangguran mengingat banyak perusahaan yang mengurangi aktivitas produksinya atau bahkan menutup usahanya, perusahan-perusahan yang beroperasi tahun 1997 di Jambi hampir 100 buah perusahan dan terus menurun sampai tahun 2002.
Pengembangan investasi di Provinsi Jambi hingga kini masih menghadapi tiga kendala, sehingga realisasi yang dicapai baik Penanaman Modal dalam Negeri (PMDN) maupun Penanaman Modal Asing (PMA) masih relatif kecil.
Pengamat ekonomi Prof Dr H.M. Rachmad R SE ME , pada Sosialisasi tahun Investasi Indonesia 2003 di Jambi, mengatakan, realisasi investasi yang dicapai oleh Provinsi Jambi selama 2002 dirasakan masih sangat kecil. "Hal itu disebabkan tiga kendala yang menghambat, dan perlu segera diperbaiki jika Jambi ingin mencapai target investasi yang diharapkan".
Tiga kendala itu meliputi kondisi infrastruktur yang belum mendukung, birokrasi dan peraturan daerah yang masih menghambat, serta masih lemahnya promosi . Pada tahun 2002 pencapaian investasi PMDN dan PMA di Jambi hanya sebesar 29 persen, atau senilai Rp 8,830 triliun dari target Rp 30,336 triliun.
Investasi yang dilakukan PMDN pada 2002 terfokus pada sektor perkebunan, industri perkayuan dan industri pulp, sedangkan PMA hanya terfokus pada perkebunan sawit.
Pemerintah Provinsi Jambi jika ingin mencapai target investasi yang diharapkan, perlu kebijakan dan pengembangan untuk meniadakan kendala eksternal yang dihadapi para calon investor itu.
Fokus dari kebijakan pengembangan itu yakni menyiapkan infrastruktur, menyederhanakan birokrasi dan peraturan, serta meningkatkan pelayanan informasi dan promosi, untuk berhasilnya kebijakan pengembangan investasi, juga perlu kiat sukses mengembangkan investasi yang bersifat proaktif.

B. Pengertian Struktural.
Kata struktur berasal dari bahasa latin structure yang berarti bangunan atau stuere yang berarti menyusun, Jean Pieget dalam structuralism menyebutkan adanya tiga ciri dari struktur, yaitu, pertama, wholeness (keseluruhan), keseluruhan ialah suatu koherensi (keterpaduan), Susunan struktur itu sudah lengkap dan struktur bukan semata-mata terdiri dari kumpulan unsur-unsur yang lepas.
Adanya perbedaan antara keseluruhan dengan unsur-unsurnya yang pertama adalah keutuhannya sedangkan yang kedua adalah elemen-elemen yang membentuk keseluruhan itu, unsur-unsur dari sebuah struktur tunduk kepada hukum yang mengatur keseluruhan system itu. Hukum yang mengatur sebuah struktur tidak dapat disusutkan ke dalam penjumlahan dari hukum yang mengatur satu demi satu unsur-unsurnya. Unsur-unsur tidak berdiri sendiri secara terpisah, tetapi menjadi milik sebuah struktur.
Kedua, transformation (perubahan bentuk), struktur itu tidaklah statis, karenanya gagasan mengenai perubahan bentuk itu menjadi penting, struktur mampu memperkaya diri dengan menambah bahan-bahan baru.
Ketiga, self-regulation (mengatur diri sendiri), penambahan unsur-unsur baru tidak pernah berada di luar struktur tetapi tetap memelihara struktur itu. Dengan demikian, sebuah struktur itu melestarikan diri sendiri dan tertutup dari kemungkinan pengaruh luar.
Sehingga dengan demikian dapat dikatakan bahwa struktur ialah pola-pola organisasi yang mantap, yang luas, stabil dan yang mampu untuk meneruskan diri (self reproducing). Seseorang lahir dalam suatu, atau lebih tepat dalam berbagai struktur social, atas kekuatan sendiri ia tak mampu menguasai atau mengubah struktur itu.
Struktur itu juga merupakan sebuah system tranformasi-tranformasi yang memuat kaidah-kaidahnya seperti totalitas, dan kaidah-kaidah yang menjamin otoregulasinya, segala bentuknya. Perrouk mendefenisikan struktur dengan “perbandingan dan hubungan-hubungan yang mencirikan sebuah himpunan ekonomi yang terlokalisir dalam waktu dan ruang”.
Tinbergen melihat dalam struktur ekonomi “pertimbangan akan sifat-sifat yang tidak langsung dapat diamati mengenai cara reaksi ekonomi terhadap perubahan-perubahan tertentu”, dalam ekonometrika sifat-sifat ini dinyatakan dalam istilah-istilah koefesien dan himpunan koefisien-koefisien ini memberikan informasi ganda” ia memberikan sebuah gambaran arsitektural tentang ekonomi, di satu pihak, ia menentukan arah reaksi-reaksinya terhadap varisasi-variasi tertentu.
Pola structural biasanya sering disebut dengan pola hirerarki di dalam suatu masyarakat, pola diskriminasi, termasuk diskriminasi rasial, sifat dualistis di dalam suatu masyarakat, dan pola-pola ketergantungan yang timpang dalam pembagian kekuatan-kekuatannya dan ekploitatif sifatnya.
Untuk analisa structural, Parsons menyatakan: “analisa structural harus menempati prioritas khusus dalam penganalisaan tentang proses dan perubahan social, orang tak perlu mengembangkan analisa lanjutan terhadap proses-proses utama perubahan social untuk dapat membuat pernyataan-pernyataan umum tentang pola structural teori evolusi”
C. Struktur Investasi, Kesempatan kerja dan Pengangguran Di Jambi.
1. Struktur Investasi
Investasi di Jambi dari tahun 1997-2001 telah mencapai nilai 7,4 triliun rupiah dengan menyerap tenaga kerja 61 ribu orang tenaga kerja, Peningkatan investasi PMDN telah mencapai pertumbuhan lebih 40 % dari tahun 1997.
Tabel 16
Pertumbuhan investasi PMDN Jambi tahun 1997-2001
Tahun Pertumbuhan dalam %
1997-1998 4,8
1998-1999 4,6
1999-2000 6
2000-2001 6,4
2001-2002 8.7
Diolah dari sumber data badan statistik Jambi
Pertumbuhan PMD di Jambi dari tahun 1997-2001 telah mencapai 8,7 % di tahun 2001-2002, naik 2,3 % dibanding tahun sebelumnya, hal ini menarik untuk disimak bahwa secara nominal peningkatan investasi harus juga dapat meningkatkan penyerapan tenaga kerja di Jambi, sebab masalah ini adalah masalah yang sudah lama yang tidak memungkinkan untuk ditinggalkan dan menyangkut kesejahteraan masyarakat, banyak persoalan lain yang akan timbul jika belum selesainya masalah pengangguran.
Secara struktur produksi, investasi di Jambi dalam tahun 2001 dapat dikategorikan menjadi 3 struktur produksi, pertama, kelompok primer yang meliputi pertanian dengan nilai investasinya nol untuk tahun 2001, perikanan dan kehutanan bernilai investasi 24.280,81 milyar, produksi sekunder meliputi pertambangan, industri manufaktur, dan sarana umum seperti produksi listrik dan gas; produksi tertier meliputi seluruh kegiatan lainnya seperti tranportasi, distribusi, administrasi, negara, hiburan dan sebagainya.
Kebijakan ini telah menghantarkan Jambi ke dunia yang industri maju, sector primer mulai ditinggalkan padahal kontribusi sector pertanian cukup besar atas PDRB Jambi, dan mayoritas penduduk Jambi bekerja di sector pertanian dan perikanan. Kebijakan ini akan menuai kesalahan yang akan mengakibatkan pengangguran, angkatan kerja yang tidak mempunyai keterampilan bahkan akan menuai kelangkaan akan bahan pokok.
Dalam 5 tahun terakhir tercatat kecilnya investasi di kebutuhan primer masyarakat disebabkan masih rendahnya teknologi dan juga keinginan untuk mengembangkan pertanian yang berbasis agribisnis di Jambi, konsentrasi investasi dalam 5 tahun terakhir ini lebih terkonsentrasi pada sector sekunder dan sedangkan sector tertier sangat minim dan belum menjadi prioritas pemerintah daerah Jambi.


Tabel 17
Struktur-struktur investasi PMD tahun 1999-2003
Tahun Primer Sekunder Tertier Total
Perkebunan
Kehutanan dalam milyar
Pertambangan
Industri Transportasi
Pariwisata
Real Estate
1999 1.716.406,97 3.879.447,38 0 5.595.854,35
2000 2.118.833,55 5.177.176,73 1.078,75 7.297.089,03
2001 2.125.451,31 5.488.578,28 1.078,75 7,615.108,34
2002 2.569.416,72 5.469.298,62 39.779,64 8.078.494,98
2003 2.785.911.59 7.544.018,03 39.779,64 8.403.189,37
Data ini diolah dari data BPKPMD Jambi
Peluang agribisnis di masa datang sangatlah minim dan apalagi sector ini belum dijadikan pusat perhatian bagi Pemda Jambi, kepentingan untuk memajukan produksi sekunder yang lebih berpeluang di Jambi, investasi yang berasal dari Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) mengalami peningkatan dari Rp. 8,07 Trilyun pada tahun 2002 menjadi Rp. 8,40 Trilyun pada tahun 2003.
Sedangkan Penanaman Modal Asing (PMA) pada tahun 2003 mengalami kenaikan dari US$ 98,19 juta menjadi sebesar US$ 99,91 juta, sejalan dengan meningkatnya investasi PMDN, telah terserap tenaga kerja Indonesia sebanyak 140.245 orang dan tenaga asing sebanyak 897 orang pada tahun 2002, sedangkan pada tahun 2003 terserap sebanyak 135.863 dan tenaga asing sebanyak 940 orang. Demikian juga untuk investasi PMA terserap tenaga kerja Indonesia sebanyak 54.784 orang dan tenaga asing 117 orang pada tahun 2002, pada tahun 2003 terserap tenaga kerja Indonesia sebanyak 56.365 orang dan tenaga asing sebanyak 178 orang. Jumlah perusahaan PMDN yang ada di Jambi pada tahun 2003 sebanyak 96 perusahaan dengan aktivitas utama adalah perkebunan, industri kayu, industri kimia, industri CPO dan industri makanan, sedangkan jumlah perusahaan PMA sebanyak 37 perusahaan dengan aktivitas utama perkebunan, industri kayu, pertambangan/energi, industri kimia dan industri CPO.

2. Struktur Kesempatan kerja Dan Pengangguran
Jumlah Penduduk yang disajikan pada bab ini adalah hasil Sensus Penduduk Tahun 2000, jumlah penduduk Jambi pada tahun 2000 sebesar 2.407.166, sekitar 1.179.317 termasuk angkatan kerja dari sejumlah 1.121.350 orang yang bekerja terbanyak bekerja disektor pertanian yaitu sebesar 311.689 orang.
Dari data penduduk yang mencari kerja di atas maka diperlukan untuk menganalisa angkatan kerja, dengan mengukur besarnya investasi dan peluang kerja yang dibutuhkan dan besarnya investasi PMA di Jambi dari tahun 1967-2003 sebesar Rp 890.900.790.530 dengan menyerap hampir 15.041 orang pekerja. Sedangkan total dari tahun 1967-2003 nilai investasi PMDN 2.641.551.381.000 dengan menyerap 50.421 Orang pekerja dari 206.151orang pencari kerja di Jambi, angka ini berarti 155.730 orang penganggur terbuka di Jambi, Belum di hitung semi pengangur yang jumlahnya masih banyak di Jambi.
Minimnya lowongan pekerjaan di Jambi yang itu tidak mampu menyerap tenaga kerja yang banyak dan terbatas, apalagi masyarakat Jambi yang mencari kerja berijazah tertinggi SMU.








Tabel 19
Jumlah lowongan kerja yang belum dipenuhi
Yang telah terdaftar di propinsi jambi
1990-2002
Tahun Lowongan yang belum dipenuhi Lowongan yang telah dipenuhi Lowongan yang terdaftar Pencari Kerja Yang Mendaftarkan Diri
1991 407 2999 3357 17.995
1992 1212 3992 5015 16.412
1993 1500 3742 1663 18.261
1994 1351 4112 4495 17.012
1995 582 4121 5331 17.897
1996 1250 4727 5667 20.930
1997 1988 4235 6253 19.302
1998 2519 3605 6124 17.918
1999 816 3383 5687 21.644
2000 338 1522 1389 11.343
2001 411 2187 2558 11.144
2002 1534 1758 2341 16.284
Total 13.908 40.383 49.580 206.151
Sumber: BPS Propinsi Jambi
Dari tabel pencari kerja di atas, dapat diketahui bahwa pencari kerja terendah pada tahun 2001 sebanyak 11.144 orang pencari kerja yang terdaftar di Depnakertran Jambi, sedangkan yang tertinggi pada tahun 1999 sebanyak 21.644 orang. Total pencari kerja di Jambi dari tahun 1991-2002 sebanyak 206.151orang pencari kerja tidak sebanding dengan lowongan yang belum terpenuhi di tahun yang Sama yaitu 13.908, apalagi jika dibanding dengan lowongan yang terdaftar pada dinas tenaga kerja Provinsi Jambi dari tahun 1991-2003 sebanyak 49.580.
Para penganggur terbuka ini adalah pencari kerja yang berkeinginan masuk dalam pasar tenaga kerja dan mereka dalam usia produktif, berusia 15-30 tahun, Para pencari kerja baru ini terdiri dari lulusan SD, SLTP, SLTA, dan yang putus sekolah, bahkan hingga lulusan perguruan tinggi.
Pengangguran terbuka dan setengah terbuka merupakan kontributor utama armada orang-orang miskin yang absolut sifatnya, karena mereka tidak mempunyai penghasilan sama sekali atau penghasilannya sangat rendah sehingga jauh dari mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari Misalnya, mereka hanya makan sekali sehari dengan jumlah kalori di bawah 1.500.
Jumlah pencari kerja yang berijazah SMU, SMP, dan SD yang cukup besar, dibanding dengan pencari kerja yang berijazah D1, DII, DIII dan sarjana terlihat dari tabel di bawah ini, mereka yang berpendidikan yang rendah ini akan mengakibatkan pada rendahnya upah yang akan didapat dan hanya dapat bekerja di lapangan sebagai buruh kasar.

Gambar 5
Banyaknya pencari kerja menurut tingkat pendidikan tahun 2001

Gambar di atas membuktikan bahwa pendidikan tertinggi para pencari kerja di Jambi maksimal SMU, hal ini terinci dari tingkat pendidikan sekolah dasar sebesar 36 %, sekolah lanjutan tingkat pertama (SLTP) 3 %, untuk ukuran peluang kerja di saat ini ijazah SMU belum maksimal memenuhi pasar tenaga kerja hanya akan dapat menjadi kuli dan buruh di pabrik-pabrik, akibat rendah pendidikan ini juga akan berpengaruh pada rendahnya nilai tawar upah di pasar kerja, sehingga dalam memenuhi kebutuhan primer dan sekunder cenderung akan kesulitan, kemiskinan baru bagi masyarakat Jambi di tahun-tahun akan datang, dengan semakin meningkatnya kemiskinan dan sulitnya mendapatkan pekerjaan di negeri Jambi.
Sebab selain pola pemberian kerja yang di atur dalam UU tenaga kerja dengan system kontrak limited maksimal 3 tahun, UU ketenagakerjaan ini berakibat nilai tawar pekerja menjadi lemah dalam upaya kenaikan UMR dan tidak adanya kewajiban bagi pengusaha untuk memberi pesangon jika masa waktu kontrak telah out of limit.
Gambar 6
Perbandingan Pencari kerja menurut jenis kelamin dan tingkat pendidikan di Jambi tahun 2001

Secara structural perbandingan pada gambar di atas, antara pencari kerja wanita dan pria di Jambi menurut jenis kelamin dan sesuai dengan tingkat pendidikan, masih didominasi oleh wanita sebagai pencari kerja, sedangkan untuk tingkat sekolah dasar dan sarjana masih didominasi oleh pria, untuk tingkat SLTP, SMU dan diploma di dominasi oleh pencari kerja wanita.
Hal ini berarti pencari kerja wanita lebih dominan di Jambi, sedangkan peluang kerja dan lowongan yang memungkinkan untuk wanita juga tidak terlalu memberikan kesempatan yang bagus tetapi lebih banyak pada sector perniagaan, administrasi Kantor, sekretaris dan marketing. Hal ini dapat terlihat dalam gambar di bawah ini:
Gambar 7
Perbandingan Penempatan kerja menurut jenis kelamin dan tingkat pendidikan di Jambi tahun 2001.

Menurut data BPS Jambi tahun 2002 tentang penempatan pencari kerja di Jambi belum adil gender dan lebih banyak pria yang diterima dan bekerja dalam tahun 2001, sedagkan secara structural penempatan tenaga kerja menurut tingkat pendidikan didominasi pada lulusan diploma satu yang ahli di bidang komputer dan administrasi Kantor.






Tabel 22
Banyaknya pencari kerja yang belum berpengalaman
Tahun 1997-2001
Tingkat Pendidikan
Educational Status Yang terdaftar
Yang ditempatkan

Pria
Wanita
Jumlah
Pria Wanita Jumlah
2001 6.489 4.655 11.144 1.519 668 2.187
2000
1999
1998
1997 6 761
12 107
10 262
11 142 4 582
9 537
7 656
8 160 11 343
21 644
17 918
19 302 1 031
2 313
2 513
3 175 491
1 070
1 324
1 159 1 522
3 383
3 837
4 244
Sumber: Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Propinsi Jambi
Peluang kerja sectoral di Jambi memang masih didominasi pada sector industri dan untuk masa datang pun peluang kerja akan meningkat pada sector ini. Jika perluasan peluang kerja belum dapat dioptimalkan maka pengangguran akan terus meningkat yang hal ini berbanding terbalik dengan peluang kerja di Jambi. Tabel berikut akan memberikan peta dan trend pertumbuhan peluang kerja dan pencari kerja di Jambi dari tahun 1997-2001.
Tabel 23
Pertumbuhan pencari kerja dan lowongan di jambi
1995-2001 dalam persen
Tahun

(1) Pencari kerja dalam Persen (%)
(2) Lowongan yang belum ditempatkan.
Persen (%)
(3)
1995-1996 -0,05 1,15
1996-1997 0,026 1,8
1997-1998 -0,18 3,13
1998-1999 0,15 -0,73
1999-2000 0,08 -0,58
2000-2001 -0,175 0,21

Pertumbuhan negatif pencari kerja di Jambi memberi peluang untuk menambah peluang kerja yang semakin menunjukkan trend positif, namun perbandingan antara banyaknya pencari kerja dan lowongan yang ada sangatlah jauh sebab pencari kerja di Jambi tahun 1995-2001 telah mencapai 260 ribu orang dengan lowongan yang sangat minim hanya 7838 lowongan.
Keseriusan Pemerintah Daerah dan management investasi yang berorientasi pada kemajuan dan kesejahteraan masyarakat Jambi masa depan sangat diharapkan, kebijakan-kebijakan yang diambilpun lebih mengkedepankan pemenuhan hajat hidup orang banyak, bukan pada pertumbuhan yang lebih bersifat elitis dan aktivitas ekonomi masyarakat belum juga tentu mampu menciptakan lapangan kerja baru bagi ribuan pencari kerja yang sekarang masih menganggur di Jambi.
Menurunnnya investasi asing di Jambi bukan hanya disebabkan masih minimnya kepercayaan investor terhadap Jambi, namun lebih pada investasi apa yang memiliki prospek yang besar bagi pengembangan usaha di Jambi, sarana, prasarana serta budaya usaha yang mungkin harus terus direformasi sebab masyarakat Jambi lebih tertarik pada sector-sektor formal dibanding sector informal.
Peningkatan kontribusi sektor pertanian telah menjadi nilai tambah tenaga kerja pada sektor tersebut, sebab pada tahun 2002 tenaga kerja yang terserap sebanyak 621.315 orang naik menjadi 687.536 orang atau 10,66 persen. Kenaikan ini sangat ditopang oleh perluasan sektor perkebunan; sedangkan tenaga kerja di sektor industri menurun dari 61.409 orang tahun 2002 menjadi 57.989 orang tahun 2003 atau 5,9 persen. Penurunan ini terindikasi dari meningkatnya industri yang bersifat capital-intensive, semakin menurunnya kegiatan industri perkayuan, terutama industri yang menggunakan sumber kayu illegal, dan terjadinya pergeseran tenaga kerja industri illegal kembali ke sektor pertanian.
D. Investasi Dan Kesempatan Kerja Di Jambi.
Dalam pembahasan ini diurai beberapa pendapat penulis, yang pendapat itu dihasilkan dari penelitian dan pengamatan atas kondisi dan situasi sosial-politik yang terjadi di Jambi dengan melakukan beberapa tahapan yang terpenting untuk mengembangkan prespektif ekonomi Islam tentang kebijakan investasi dan pengentasan pengangguran di Jambi.
Berangkat dari teori yang dibangun dalam penelitian ini bahwa pertama, investasi dalam Islam tanpa riba (bunga) maka arah pertama dari kebijakan investasi itu adalah menghilangkan riba dalam semua aspek investasi yang tentu hal ini terkait erat dengan system perbankan yang masih mengunakan system dan sarana konvensional.
Kedua, Komoditi utama investasi juga harus berdasarkan komoditi yang halal dan toyib dan ketiga, dilarangnya investasi yang berspekulasi, gharar dan ijon misalkan investasi dunia hiburan malam, prostitusi, perdagangan wanita dan anak, persenjataan nuklir yang dapat berakibat kerusakan di muka bumi, juga harus ditinggalkan.
Oleh karena itu, hasil prediksi yang didapat, harus digunakan untuk merumuskan kebijakan investasi dalam kerangka pemenuhan hajat-hajat masyarakat Jambi, baik yang bersifat tahsiniyat, hajiyat dan dhoruriyat, karena kecendrungan penambahan nilai investasi terjadi dalam 10 tahun akan datang, gambarannya dapat dilihat dalam tabel berikut ini:








Tabel
Perkiraan Investasi PMDN, PMA, Tenaga Kerja yang terserap
Tenaga kerja yang mendaftarkan diri dan lowongan yang tersedia
tahun 2005-2010 di Jambi
PREDIKSI 2005 2010
Nilai investasi PMDN 144,29 dalam milyar 159,39 dalam milyar
Tenaga kerja yang terserap oleh Investasi PMDN 1392 orang 1664 orang
Nilai investasi PMA 75,35 dalam milyar 87,85 dalam milyar
Tenaga kerja yang terserap pada investasi PMA 381orang 1023 orang
Pencari Kerja yang akan terdaftar 26.407 orang 31.041 orang
Lowongan Kerja yang akan terdaftar 3480 buah 3000

Dari tabel di atas, prediksi investasi dan pengangguran di Jambi, mendapatkan beberapa kesimpulan umum yaitu ada beberapa factor tidak berjalannya peningkatan investasi juga akan mempengaruhi pada penambahan peluang kerja dan mengurangi pengangguran di Jambi:
1. Investasi dalam sektor industri dan konglomerasi besar, terkait dengan monopolistik investasi dan belum terbukanya akses bagi masyarakat untuk secara kolektif mengelola dana investasi, hal ini terkait dengan belum adanya upaya untuk membentuk perserikatan yang adil dalam mengelola dana investasi.
2. Belum optimalnya kebijakan pemerintah daerah dalam hal ini membuka akses yang besar dalam mengelola dana investasi bagi UKM dan IKM di Jambi yang mengarah pada kepentingan pengembangan ekonomi kerakyatan. Tentu hal ini tidak akan meluaskan industri-industri kecil yang padat karya, komposisi atau paduan output sangat mempengaruhi jangkauan kesempatan kerja (terutama barang-barang konsumsi pokok) membutuhkan lebih banyak tenaga kerja.
3. Investasi hanya mengarah pada bagian timur jambi seperti beberapa kabupaten yang dengan pusat ibukota dan belum merambah merata di kesemua dareah tingkat dua, kondisi ini melahirkan monopoli baru dan masyarakat di bagian barat provinsi Jambi cenderung diabaikan, sehingga terjadi akselerasi urbanisasi di Propinsi Jambi. Kondisi ini berakibat tidak seimbangnya ekonomi kota-desa, kesimbangan ekonomi yang layak bagi kota dan desa juga tidak tercipta, strategi ini cukup penting untuk menanggulagi masalah pengangguran di pedesaan maupun di perkotaan.
4. Belum berubahnya keterkaitan langsung antara pendidikan dan kesempatan kerja, munculnya penomena pengangguran berpendidikan mengundang pertanyaan tentang kelayakan pengembangan pendidikan secara besar-besaran dan kelewat batas.
5. Dari sisi eksternal menunjukkan pengembangan investasi masih dihadapkan pada beberapa kendala, kendala tersebut berasal dari pihak pemerintah selaku pemilik otoritas birokrasi dan penyedia sarana dan prasarana pendukung investasi. Disamping itu juga berperan sebagai penyedia informasi dan promotor dalam mempromosikan potensi daerah untuk menarik minat investor melalui kebijakan yang kompetitif.
Berdasarkan hasil pengamatan maka didapati 3 kendala yang dihadapi pihak calon investor untuk tertarik dan melakukan investasi, ketiga kendala tersebut meliputi infrastruktur, birokrasi beserta peraturan, informasi dan promosi, Kendala-kendala yang dimaksud deskripsi lebih rincinya dimuat dalam tabel berikut.


Tabel
NO KENDALA DESKRIPSI
1 Kondisi infra struktur belum mendukung i. kondisi jalan belum baik.
ii. Energi lsitrik masih belum mencukupi.
iii. Pelabuhan laut dan udara masih terbatas.
2 Birokrasi dan peraturan daerah masih menghambat a. administrasi perizinan kurang koordinasi antar pemerintah kabupaten dan pemerintah provinsi.
b. Didapati 44 Perda kabupaten/kota yang menghambat dari 147 Perda yang ada.
3. Promosi belum mendukung a. Informasi untuk investasi lebih dominan pada agribisnis.
b. Promosi lebih dominan oleh pemerintah dan swasta kurang proaktif.
c. Tidak ada insentif khusus yang dapat menarik minat investor.

Dari tabel di atas dapat dibuat cara mengatasi kendala-kendala yang dihadapi pihak calon investasi dan meningkatkan minat calon investasi untuk berinvestasi maka diperlukan kebijakan pengembangan, kebijakan tersebut harus dapat meniadakan kendala eksternal yang dihadapi calon investor.
Fokus dari kebijakan pengembangan adalah menyiapkan infrastruktur, menyederhanakan birokrasi dan peraturan, meningkatkan pelayanan informasi dan promosi, untuk berhasilnya kebijakan pengembangan investasi yang bersifat proaktif, secara lebih detail rumusan kebijakan pengembangan disajikan pada tabel di bawah ini:


Tabel 34
NO KEBIJAKAN FOKUS
1 Penyiapan infra struktur yang mendukung a. Perbaikan dan pembangunan jalan darat khsusnya pada daerah yang potensial.
b. Pembangunan sumber energi alternatif yang dapat menjamin kelestarian energi.
c. Pembangunan pelabuhan laut dan udara yang siap mendukung mobilitas arus barang.
2 Penyederhanaan birokrasi dan peniadaan peraturan daerah yang menghambat. a. Penyediaan pelayanan birokrasi ssatu atap dan waktu pelayanan yang singkat.
b. Membatalkan peraturan daerah kabupaten / kota yang menghambat dan mengurangi minat investor melakukan investasi di daerah.
c. Pemberian insentif khusus bagi investor yang berminat dan potensial.
3 Peningkatan system informasi dan promosi yang mendukung A. Peningkatan data base untuk potensi investasi non agribisnis.
B. Peningkatan proaktif pihak swasta beserta institusinya dalam promosi dan lobby.

Kesimpulan umum di atas digunakan dalam merumuskan kebijakan investasi dan pengentasan pengangguran di Jambi, di antaranya adalah reformasi model pendidikan karena Pendidikan memang diharapkan dapat melahirkan sumber daya manusia yang berkualitas, jika tidak, maka sektor ini juga akan menyumbang pada terjadinya pengangguran, ada paling tidak tiga model perencanaan di bidang pendidikan dikaitkan dengan kemanfaatannya sebagaimana dikembangkan dari pemikiran Umar Juaro (2003):
1. Pendidikan direncanakan atas dasar social demand approach, dalam pendekatan ini program pendidikan memang dibuat atas dasar permintaan yang ada di dalam masyarakat, hasil pendidikan yang mereka peroleh akan mampu menolong diri mereka sendiri ketika menghadapi persoalan pengangguran.
2. Model perencanaan pendidikan yang kedua economic return approach, dalam pendekatan ini pendidikan dapat dianalogikan dengan proses produksi. Dengan menghitung berbagai ongkos yang terlibat dalam program pendidikan (input-proses-produk) dan kemudian melihat produktivitas para lulusan, maka dapat dikatakan apakah sebuah program pendidikan akan hanya berkontribusi pada penganggur atau memang mampu menghasilkan sumber daya manusia yang benar-benar memiliki dampak ekonomi secara positif. Dalam model ini pendidikan memang harus bisa menjaga relevansi dan akuntabilitas program yang ditawarkan. Ketika para lulusan tidak bisa berperan dalam dunia kerja yang biasanya ditandai dari rendahnya gaji mereka, atau bahkan tidak bisa mendapatkan pekerjaan, maka pendidikan yang sedang dilakukan oleh lembaga pendidikan tersebut dapat dikatakan gagal, dan dengan demikian hanya akan berkontribusi pada semakin banyaknya penganggur. Justifikasi ini memang tidak mudah dilakukan, Karena untuk melakukan standardisasi lulusan memang tidak mudah, Dengan guru/dosen, sarana-prasarana, dan kurikulum yang sama, bisa menghasilkan kualitas lulusan yang berbeda-beda dilihat dari produktivitas mereka di dalam masyarakat setelah mereka lulus. Saat ini banyak program pendidikan yang tidak mampu memberikan keuntungan ekonomik bagi upaya investasi yang telah dilakukan oleh penyelenggaranya, lulusan yang tidak memiliki produktivitas tentu akan berkontribusi pada penganggur.
3. Pendekatan perencanaan pendidikan yang ketiga, dapat dilakukan dengan menggunakan Employment Generation Approach, dengan pendekatan ini diharapkan memang pendidikan tidak akan berkontribusi pada terjadinya penganggur, program ini hanya dapat dilakukan ketika ada profesionalisme dalam dunia pendidikan, Kompetensi lulusan menjadi lebih penting dari pada sekadar memiliki ijazah, Implikasinya pendidikan harus mampu memberikan pengalaman yang bermakna pada semua peserta didik.

























DAFTAR BACAAN
Depdikbud, Struktur, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Penyunting Umi Basirah, dkk, (Jakarta: balai pustaka, 1996) cet ke-6, Edisi kedua
Ia seorang profesor ilmu ekonomi di Nedherlands School of economics sejak 1933, ia telah menjadi penasehat berbagai pemerintah dan organisasi ineternasional menegnai persoalan-persoalan ekonomi, dan ia adalh pemegang gelar kehormatan dari enambelas universitas. Diantara buah karyanya yang banyak anatara lain Economic policy, Principles And Design And Shaping The World Economy. Ia memperoleh Hadiah nobel untuk ilmu ekonomi pada tahun 1969.
Jambi Ekpress tahun mei 2003 hal 3
Jan Tinbergen dkk, Ilmu Ekonomi Di Masa Depan Menuju Paradigma Ilmu, (Jakarta: LP3ES, 1983) hal 48
Jean Piaget, Strukturalism, (New York, Hasrper &Row: Presess Universitaries, 1968) hal. 82

Dilema Investasi dan Pengentasan Penggangguran di Jambi

Dilema Investasi dan Pengentasan Penggangguran di Jambi
Oleh: Sucipto, MA
Dosen Ekonomi Islam IAIN STS Jambi.

Sedikitnya ada 2 alasan mengapa tulisan ini diperlukan, pertama, Jambi dalam beberapa tahun mendapatkan dana investasi dari PMDN dan PMA yang cenderung meningkat, peningkatan nilai investasi tersebut ternyata belum mampu menyerap tenaga kerja yang banyak sehingga beban yang ditanggung pemerintah semakin hari semakin sulit. Diperlukan sebuah kebijakan pemerintah yang berlandaskan pada kondisi obyektif ini, kebijakan yang ada selama ini terkesan mengabaikan pada pemenuhan kebutuhan masyarakat akan peluang kerja, terukur menurut minimnya peluang kerja dan rendahnya perhatian untuk peningkatan kualitas masyarakat.
Kedua pernyataan di atas menjadi masalah utama bagi orang yang mengepalai daerah ini, beberapa pertanyaan perlu untuk diajukan agar start kepemimpinan diingatkan bahwa ada beberapa yang menjadi public need dalam masa kepemimpinannya, yakni kesempatan kerja
Untuk memudahkan memahami variable kesempatan kerja dibutuhkan beberapa pertanyaan, diantaranya pertama, bagaimana memahami masalah tenaga kerja dan hubungannya dengan pengelolaan dana investasi, kemana arah dana Investasi tersebut diharapkan oleh masyarakat, kemungkinan sector unggulan yang diharapkan dapat menjadi sector pembangunan ekonomi masyarakat, metoda apa yang direncanakan untuk digunakan dalam meningkatkan efisiensi dana investasi yang relative minim dengan memasukkan variable tenaga kerja dalam masalah tersebut.
Sebagai catatan, beberapa tahun ke belakang Kebijakan investasi secara struktural di Jambi telah terfokus pada sektor industri, hal ini terlihat besarnya pangsa bagi sektor ini dan meningkatnya jumlah perusahan yang bergerak di sektor tersebut. Tidak juga dipungkiri satu upaya untuk melembagakan ekonomi rakyat lewat kebijakan patin jambal dapat memenuhi pasokan bibit patin yang selama ini dirasakan oleh para petani agak sulit didapat, problem tersebut dapat diselesaikan dengan menyingkirkan monopoli pembibitan, dan memberikan keluasan kepada masyarakat untuk melakukan pembibitan dan pemijahan.
Kebijakan 1000 kerambah juga diyakini oleh sebagian kalangan dapat menyelesaikan persoalan pembiayaan bisnis patin Jambal masyarakat, tetapi di sisi lain ternyata pemain baru yang diperankan pemerintah dalam bisnis patin telah menghancurkan “bangunan” bisnis pendeder ikan patin yang dari pertengahan tahun 1990 eksis dengan usaha mereka, ada lebih 500 pendeder ikan patin yang gulung tikar lantaran kebijakan ini.
Anggapan kebijakan-kebijakan kita sangat populis justru kebijakan itu pincang dan merampas kebebasan ekonomi rakyat di tengah kebuntuan ekonomi dalam beebrapa tahun belakang, di sisi lain dalam kebijakan perkebunan juga akan menuai kekhilafan di mana merestrukturisasi lahan masyarakat yang bertahun-tahun dikelola tanpa diversifikasi ekonomi, juga akan memberi masyarakat terjerat pada kondisi tidak ideal, di mana peremajaan itu belum mengakomodir kepentingan kalangan bisnis yang selama puluhan tahun bergelut dalam kegiatan perkebunan. Tiba-tiba kita menampakkan diri sebagai seorang revolusioner dengan menamakan untuk kepentingan pembaharuan dan kejayaan masa depan. Satu sisi mungkin ada kebenaran di sana namun mungkin pula kebenaran itu subjektif, di sisi lain kita juga menuai kekhilafan dangan memperkarakan adat dan tardisi yang selam ini terwarisi menjadi dokrin dan nadi kehidupan mereka.
Kebebasan ekonomi yang perlu di junjung bukan pelembagaan ekonomi untuk kepentingan pemerintah saja, kebebasan yang luas untuk berusaha mencari kehidupan adalah sebuah kewajiban agama dan juga social, makanya biarlah soal ekonomi menjadi hak preogatif masyarakat.
Kondisi ini mempengaruhi pasar tenaga kerja agraris yang mulai dan telah berpindah ke sektor industri, selain itu Investasi di Jambi yang terbagi atas dua kategori PMDN dan PMA, dimana kontribusi PMDN dan PMA di Jambi secara struktural dari tahun 1967-2002 di Jambi juga lebih menekankan pada industri maju yang monopolistic tanpa melihat beberapa kendala dan mengasingkan public need saat ini dan masa depan.
Watak kebijakan yang diambilpun, jauh dari pada pemenuhan hajat hidup masyarakat Jambi yang berakibat pada persedian ruang kerja yang minim, hal ini terukur menurut peningkatan investasi PMDN tidak mampu meminimalisir jumlah penganguran di Jambi, kemungkinan lemahnya pengelolaan dana investasi menjadi penyebab, di sisi lain dana investasi yang minim dan seharusnya cukup untuk membangun ekonomi berbasis rakyat di Jambi, dan atau mungkin belum optimalnya kontrol BKPMD atas investasi yang masuk ke Jambi sehingga peningkatan nilai investasi baik kumulatif ataupun tambahan belum mampu membuat lapangan kerja baru di Jambi bagi ratusan ribu pencari kerja yang masih berstatus menganggur yang kian hari akan bertambah .
Beberapa analisis prediktif yang penulis lakukan ditemui kemampuan Investasi PMDN atas penyerapan tenaga kerja dalam setahun hanya dapat menyerap 47 orang pencari kerja itu jika terjadi penambahan dana investasi dalam tahun X sebesar 6,17 milyar, jika dianalisis lebih dalam kemampuan menyerap sebanyak 47 orang tenaga kerja itu telah memberi kefahaman kepada kita bahwa untuk menyelesaikan 47 orang pencari kerja dibutuhkan ekonomi biaya tinggi (high cost Of Economic).
Temuan di atas akan mengasumsikan bentuk investasi yang ada belum mengkedepankan semangat dan asas kesejahteraan masyarakat, terkadang investasi yang ada lebih terfokus pada industri yang bersifat coorporasi yang besar dan belum tercermin adanya semangat untuk memajukan kepentingan ekonomi rakyat, di mana kepedulian kepada UKM ataupun IKM di Jambi masih lemah.
Jika kita berangan-angan dengan sebuah mainan yang prediktif maka ditemukan nilai investasi di Jambi diperkiraan akan meningkat pada tahun 2005 hingga 2010, di mana angan-angan itu nilai investasi PMDN pada tahun 2005 sebesar Rp 144,29 dalam milyar dan akan terus meningkat pada tahun 2010 sebesar Rp 159,39 dalam milyar, sedangkan tenaga kerja yang terserap oleh Investasi PMDN pada tahun 2005 sebanyak 1392 orang tenaga kerja dan meningkat pada tahun 2010 sebanyak 1664 orang tenaga kerja.
Sedangkan nilai investasi PMA pada tahun 2005 menjadi Rp 75,35 dalam milyar dan tahun 2010 meningkat menjadi 87,85 dalam milyar, tenaga kerja yang terserap pada investasi PMA pada tahun 2005 sebanyak 381 orang tenaga kerja dan pada tahun 2010 meningkat menjadi 1023 orang, Pencari Kerja yang akan terdaftar pada tahun 2005 akan meningkat menjadi 26.407 orang dan pada tahun 2010 meningkat menjadi 31.041 orang sedangkan Lowongan Kerja yang akan terdaftar 3480 buah dan tahun 2010 menurun menjadi 3000 buah.
Seorang ekonom dari Morgan Stanley, Anita Chung, meramalkan target pertumbuhan itu, jika tercapai, tak cukup untuk menyelesaikan persoalan pengangguran. Demikian pula, laju investasi yang diharapkan dapat memecahkan problem pengangguran juga belum bisa diharapkan. Pemerintah seharusnya mengupayakan investasi, baik dalam bentuk Penanaman Modal Asing (PMA) maupun Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) agar kembali berjalan. Sayangnya, iklim usaha sama sekali tidak kondusif untuk menarik investasi baru. Padahal investasi sangat diperlukan untuk menciptakan lapangan kerja. Tanpa investasi masalah pengangguran akan bertambah.
Untuk itu, pemerintah seharusnya duduk bersama dengan para pengusaha. Pelaku usaha perlu diajak bersama, mencari konsep dan strategi yang tepat untuk mencari jalan ke luar dari masalah pengangguran ini. Pemerintah tidak bisa menerapkan kebijakan tanpa melibatkan pelaku usaha karena pengusaha yang nanti akan menjalankan kebijakan tersebut.
Melihat persoalan pengangguran sudah demikian kronis, maka Pemerintah perlu memberikan prioritas terhadap masalah ini. Strategi dan kebijaksanaan yang ditempuh Pemerintah harus merupakan bagian dari proses pencerdasan kehidupan bangsa secara politik, serta proses pemberdayaan masyarakat secara ekonomi.
Sebab, dampak dari pengangguran bisa meluas seperti masyarakat tidak dapat memaksimumkan kemakmuran, menyebabkan pendapatan pajak pemerintah berkurang, dan tidak dapat menggalakkan pertumbuhan ekonomi.
Selain itu, pengangguran juga berdampak secara individu dan masyarakat seperti menyebabkan kehilangan mata pencaharian, menyebabkan kehilangan keterampilan dan menimbulkan ketidakstabilan politik dan sosial. Lebih dari itu, ledakan pengangguran bisa memicu timbulnya tindakan kriminalitas, dan bukan tidak mungkin menimbulkan revolusi jika tidak segera dicari jalan keluar atau penanganannya.
Ada beberapa factor tidak berjalannya peningkatan investasi juga akan mempengaruhi peluang kerja dan mengurangi pengangguran di Jambi,
- Investasi dalam sector industri dan konglomerasi besar, terkait dengan monopolistic investasi dan belum terbukanya aksess masyarakat akan nilai investasi, hal ini terbukti tidak adanya upaya dalam perserikatan yang adil untuk mengelola dana investasi.
- Belum optimalnya kebijakan pemerintah daerah dalam hal ini membuka akses yang besar dalam mengelola dana investasi bagi UKM dan IKM di Jambi yang mengarah pada kepentingan pengembangan ekonomi kerakyatan. Tentu hal ini tidak akan meluaskan industri-industri kecil yang padat karya, komposisi atau paduan output sangat mempengaruhi jangkauan kesempatan kerja (terutama barang-barang konsumsi pokok) membutuhkan lebih banyak tenaga kerja.
- Investasi hanya mengarah pada bagian timur jambi seperti beberapa kabupaten yang dengan pusat ibukota dan belum merambah merata di ke semua daerah tingkat II, kondisi ini melahirkan monopoli baru dan masyarakat di bagian barat provinsi Jambi cenderung diabaikan, sehingga terjadi akselerasi urbanisasi di Propinsi Jambi. Kondisi ini berakibat tidak seimbangnya ekonomi kota-desa, keseimbangan ekonomi yang layak bagi kota dan desa juga tidak tercipta, strategi ini cukup penting untuk menanggulagi masalah pengangguran di pedesaan maupun di perkotan.
- Belum berubahnya keterkaitan langsung antara pendidikan dan kesempatan kerja, munculnya penomena pengangguran berpendidikan mengundang pertanyaan tentang kelayakan pengembangan pendidikan secara besar-besaran dan kelewat batas. Hasil penelitian ini juga mengungkapkan dimensi kebijakan investasi dan kebijakan pengangguran di Jambi dan terpenting masih lemahnya kebijakan yang berorientasi pada pemenuhan hajat hidup orang banyak yang termaktub dalam UUD 1945, arah kebijakan yang lebih mementingkan pertumbuhan ekonomi daripada perluasan peluang kerja bagi masyarakat Jambi yang sampai hari ini harus terus menyuap untuk mendapatkan pekerjaan.
Arah kebijakan masa depan dalam prespektif ekonomi Islam untuk kasus Jambi :
- Kebijakan-kebijakan Investasi Pemerintah Daerah Jambi seyogyanya menyangkut pemenuhan kebutuhan masyarakat Jambi akan peluang kerja yang memadai dengan kemampuan personal yang mendukung agar masyarakat Jambi ke depan tidak hanya menjadi kuli di kampungnya sendiri. Kebijakan ekonomi baik investasi maupun kebijakan kependudukan belum aplikatif dan hanya di atas kertas saja, apalagi arah PROPEDA yang masih bersifat filosofis dan tidak dapat diimplementasikan secara praktis di tengah masyarakat Jambi.
- Adanya Peraturan daerah yang mendorong percepatan dan pembukaan peluang kerja sehingga masalah penganguran di Jambi akan cepat teratasi, rumusan Perda yang ditawarkan bersifat mengikat dan memenuhi prinsip-prinsip amanah sebagai landasan menjalankan Perda tersebut.
- Kebijakan Investasi untuk masa datang adalah kebijakan yang harus memperhatikan dan memahami bahwa nilai uang dalam milyar rupiah yang telah diprediksi tidak sama dengan nilai uang pada masa sekarang yang berarti, modal yang padat fungsinya dan bentuknya yang lebih mengikat sehingga dalam pengelolaan tidak terjadi masalah seperti mubazir dan isrof. Perhitungan yang secara matematis dan dinamis ditentukan dahulu dengan mengedepankan prinsip cooperatif dalam pengelolaan dana investasi yang terarah pada investasi padat karya dengan akad musyarakah.
- Strategi baru yang diperlukan ialah tentang realokasi sumber daya manusia dan alam serta dana melalui reformasi politik RAPBN yang sama sekali harus mengutamakan kepentingan rakyat terukur menurut sasaran terpenuhinya kebutuhan pokok itu. Pada gilirannya harga kebutuhan pokok yang adil, baik untuk barang maupun jasa, oleh masyarakat luas akan terjangkau. Dalam kaitan ini maka politik kompensasi harus ditujukan kepada mereka yang memproduksi kebutuhan pokok tersebut di atas. Petani tanaman pangan dan kelompok miskin lainnnya harus terlebih dahulu menerima kompensasi ini berupa : pembebasan biaya pendidikan bagi anak-anaknya selama sembilan tahun, bebas dari biaya pengobatan, bebas dari pembayaran untuk penerangan listrik, dan tersedianya air yang cuma-cuma untuk keperluan sehari-harinya yang kesemuanya diturunkan dari konsep kebutuhan pokok di atas. Bila ini dapat dilakukan dengan baik dan serentak dan dalam waktu singkat, maka kata, ucapan dan tindakan yang kontra produktif yang keluar dari dan masuk telinga, mata dan perasaan antar sesama warga akan menjadi terkurangkan

dari moral dan etika ekonomi

“Dari Moral dan Etika Menuju Teologi Ekonomi Islam”
Oleh: Sucipto
Penulis adalah Mahasiswa Program Pasca Sarjana
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Perkembangan ekonomi Islam di Indonesia telah di mulai di tahun 1992 dengan berdirinya Bank Muamalat Indonesia, dengan berdirinya bank muamalat, maka bank-bank yang tidak menerapkan sistem bagi hasil dalam transaksinya mulai beralih membentuk bank yang berbasis syariah ini, fhenomena ini mulai tanpak diakhir dan awal tahun 2000-an.
Tanggapan positifpun datang silih berganti hingga BI sebagai lembaga regulasi perbankan nasional yang pada awalnya “wait and see“ mulai serius dengan membentuk biro syariah di bank Indonesia.
Dalam praktek sehari-hari secara formal memakai pakaian yang islami dan ini wajar sebagi service bagi pelanggan namun sisi yang lain soal etika dan moral dalam ekonomi apakah juga sesuai dengan prinsip-prinsip ekonomi Islam. Hal ini penting sebab Islam tidak hanya mementingkan lahiriyah tetapi harus juga sejalan dengan bathiniah, sebab hal ini menyangkut soal keadilan dan ihsan dalam perilaku ekonomi kita.
Soal moral dan etika awal kita berpijak dalam mengembangkan ekonomi Islam baik di dunia perbankan ataupun dalam aktivitas ekonomi sehari-hari, karena kita saat ini sedang berada pada zaman industrialisasi yang pondasinya adalah kemajuan ekonomi, mungkin tanpa pertimbangan (menyangkut) moral dan etika apalagi agama, sebab semenjak keynes mengembangkan teori of interest maka dunia telah mengalami kegagalan ekonomi.
Lalu bagaimana dengan ekonomi Islam? sangat penting untuk menguji alternatif Islam dalam sistem perekonomian saat ini, dengan kreatifitas untuk menginterpretasikan doktrin dan prinsip tertentu yang ditentukan oleh Islam yang berkenaan dengan masalah sosial ekonomi, jika Islam dapat menyelesaikan problem ekonomi yang telah terwarisi selama ribuan generasi akan dapat memecahkan berbagai kesulitan ekonomi dalam zaman industri itu. Satu kata kunci di sini adalah Al-Quran, sumber dari prinsip Islam yang mengajarkan kita dengan memberi petunjuk yang luas mengenai aspek spritual dan aspek sosial. Dan juga memberikan suatu konsep tentang masyarakat di mana konsep masyarakat tersebut diilhami dari prinsip dasar Islam: dengan merestrukturisasi dan reformulasi konsep, jika perlu, yang tentu secara sah diterima oleh ahli ilmu agama di sepanjang zaman.
Moral dan etika ekonomi Islam dalam Al-Qur’an terbentuk dalam dua hubungan yaitu kontektual dan transendental. Dimana Islam secara kontektual di dalam Al-Qur’an menekankan pada perdagangan (tijarah) yang baik, jujur, dan syahid kepada Allah. Dengan mengecam praktek yang tidak jujur dan tidak adil dalam usaha untuk mendapat kekayaan.
Kejujuran dalam melakukan transaksi ekonomi dan mengutuk ekploitasi atas tenaga dan skill manusia. Karena itu Al Qur’an memberi kita konsep masyarakat bebas dari ekploitasi, ekploitasi adalah bagian dari kezhaliman dan bertentangan dengan keadilan, dimana dalam ekploitasi terdapat ketidakadilan.
Sedangkan Aspek Islam yang transendental concern terhadap prinsip–prinsip ekonomi. Baik transaksi perdagangan ataupun produksi harus bebas dari ekploitasi, karena konsep al-'adl dan al-ihsan (kebajikan dan keadilan) telah ditegaskan di dalam Al-Qur’an katakan: “Allah menyuruh kamu untuk berbuat keadilan dan kebajikan”. Konsep ini akan mengantarkan kita dalam meminimalisir ketegangan sosial antara kaya dan miskin, karena apabila keadilan dan ihsan tidak ditegakkan akan terjadi social-chaos.
Konsep ‘adl dan ihsan tidak bisa terjadi bila kekayaan masih terkonsentrasi pada minoritas masyarakat. Sebab dengan terkonsentrasinya kekayaan itu pada kalangan minoritas akan membuat orang lain semakin terjerat oleh hutang dan defisit keuangannya berlanjut. Bahkan secara ekonomis kesenjangan kekayaan antara orang yang surplus of goods and money akan mengekploitasi dan menzalimi masyarakat yang mengalami defisit sedangkan masyarakat yang defisit cenderung konsumtif dan tidak produktif, sebab faktor-faktor produksi dikuasai oleh segelintir masyarakat.
Masyarakat yang minoritas itu akan menahan asset kekayaaan jangan sampai terjadi kerugian dan akan hanya menginvestasikan kekayaannya pada suatu daerah yang akan meminimalisir tingkat cost yang harus dibayar misalnya apakah upah buruh di Indonesia misalnya lebih murah bila dibandingkan dengan negara lain, apakah buruh tidak akan melakukan mogok bila terjadi pemanjangan jam kerja yang berkonsekuensi pada penaikan upah seharusnya, namun upah minimim buruh tidak di naikkan. Yang berkaitan dengan stabilitas investasi si pemilik modal, sehingga penambahan keuntungan dari modal produksi suatu barang yang diproduksi akan menghasilkan keuntungan yang signifikan. Modal akan diinvest bila keuntungan akan dapat diukur secara fix, sehingga wajar al-Qur’an benar-benar mengecam terhadap praktek konsentrasi kekayaan dan menganjurkan untuk tegaknya keadilan dan kebaikan dalam level sosial ekonomi suatu masyarakat hal ini juga ditegaskan oleh Allah dalam surah Al-Hasyr ayat 7.
Dalam sisi lain biaya kompensasi terabaikan sebab tidak kuatnya ikatan hukum pengelolaan dan sumber daya alam yang berbasis pada ekonomi rakyat, sehingga dampak sosiologis-ekonomis sangat terasa pada masyarakat sekitar daerah ekploitasi.
Banyak ayat Al-Qur'an yang menyiratkan, yang harus dapat dipahami secara kontekstual karena Nabi SAW, menurut Asghar Ali telah mampu mengadakan revolusi kebudayaan, struktur masyarakat dan politik pada masa itu. Sehinggga yang patut dikaji adalah kemiskinan umat Islam bukanlah disebabkan karena peluang kerja yang minim, tidak mempunyai sumber daya atau memang kemiskinan kultural. Tapi lebih disebabkan tidak seimbangnya kehidupan social-ekonomi dan tidak berlakunya pendistribusian kekayaan secara Adil.
Sejak awal perjuangan Nabi telah menggerakkan proses perubahan yang mendalam dalam kehidupan social ekonomi pada masa awal Islam, yang berakibat pada tumbangnya kelompok vested interest yang ada di Mekah, secara serius beliau sangat prihatin terhadap nasib kaum tertindas di Mekkah, sampai-sampai keprihatinannya itu diabadikan dalam Al-Qur'an yang turun pada masa itu. Oleh karenanya, sebagian besar istilah yang digunakan di dalam Al-Qur'an haruslah dipahami dalam kontek perubahan sosial ekonomi masyarakat Arab waktu itu.
Dalam struktur sosial yang banyak melahirkan kendala baik bagi kemajuan ekonomi seperti yang terjadi dewasa ini, yaitu struktur yang represif dan hanya melestarikan keterbelakangan, pandangan rasional tentang agama dengan berbagai kompleks transendentalnya, tidaklah menarik perhatian masyarakat, apa yang menarik bagi mereka dalam suasana keterbelakangan itu adalah agama kerakyatan dengan segala perangkat ritualnya. Agama adalah untuk melayani kebutuhan psikologis bagi kesengsaraan duniawi mereka. Dalam persoalan ekonomi misalnya agama kerakyatan merupakan wujud nyata dari bangkitnya ekonomi kerakyatan yang berbasis prinsip-prinsip ekonomi Islam yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusian, kesejahteraan, keadilan, kooperatif, persaudaraan dalam mewujudkan perannya sebagai khalifatu fil al-ard.
Bagaimana khutbah-khutbah awal Islam yang disampaikan oleh Nabi, apakah khutbah-khutbah beliau merupakana refresentasi dari penguatan terhadap system yang membelenggu kreatifitas umat namun justru kreatifitas dan kreasi umat manusia yang tidak berseberangan dengan prinsip dasar Islam akan direduce, dapat dilihat bagaimana Al-Qur'an mengecam praktek yang kontraproduktif bagi kemajuan kehidupan umat yang berkwalitas seperti penimbunan kekayaan dan kemegahan duniawi dikutuk secara sangat keras, perdagangan dengan riba, eksploitasi terhadap budak, jual beli ijon dan sebagainya masih banyak lagi praktek ekonomi yang dilarang oleh Nabi.
Sehingga Alasan inilah yang membuat para pedagang Mekkah itu kemudian menentang Nabi, dan menjadikannya sebagai musuh sejati mereka. Ini karena vested interest mereka terganggu secara serius. Kaum kaya Mekkah mula-mula menawarkan bujukan bersifat material kepada Nabi untuk menghentikan khotbah tentang dokrin egalitariannya itu. Tapi beliau menolak untuk berkompromi dengan kaum kaya itu sehingga mereka terus melakukan tekanan-tekanan dan mereka tidak begitu gelisah pada dokrin-dokrin keagamaan yang dikhotbahkan Nabi. Nampaknya lebih digelisahkan oleh konsekuensi-konsekuensi sosio-ekonomi dari ajaran-ajaran itu, serta oleh serangan Nabi yang sangat tajam terhadap kekayaan.
Al-Qur'an menunjukkan bahwa yang mereka peroleh itu adalah sebagai akibat konsentrasi pemilikan dan monopoli perdagangan yang tidak sah. Alasan mengapa Nabi mengecam para saudagar-saudagar kaya di Mekah adalah karena mereka akan menganggu keseimbangan sosial (Sosial Balance). Maka dalam Islam untuk mengurangi konsentrasi kekayaan itu terdapat ajaran zakat dan sedekah, yang berfungsi sebagai ritual-sosial dan bahkan zakat dan sedekah itu sangat tinggi nilainya dan arus diimbangi dengan keikhlasan (ridho), sebab dalam memberikan sedekah tidaklah boleh menghardik atau menyebut-nyebut sedekahnya baik ketika memberi atau tidak memberi. Di sinilah filosofi dasar konsep martabat Manusia (human dignity) dalam Islam. Memberi sedekah bukanlah memberi apa yang menjadi milik kita namun merupakan pemberian hak peminta dan hak si miskin yang telah bercampur dengan harta yang kita miliki sebagaimana Al-Qur’an menegaskan “Di dalam harta-harta kalian ada hak si miskin dan si minta-minta.
Dalam konsep Zakat, seharusnya zakat tidak dibatasi 2,5 %, sebab kesenjangan antara kaya dan miskin yang terjadi saat ini sangat jauh sekali dan juga problem ekonomi moderen sangat kompleks di mana industri kapitalis telah membedakan upah buruh (wages earners) dan keinginan para pemilik modal (capitalists) yang tentu berbeda kepentingan para buruh bertahan untuk memenuhi kebutuhan dasarnya sedangkan para pemilik modal bertahan dan terus mencari legitimasi kebenaran dalam mengeruk keuntungan, sehingga wajar bila pemilik modal diharuskan untuk mempraktekkan prinsip konsep human dignity yang mana pemilik modal telah diuntungkan oleh kaum buruh tanpa mereka produksi tidak berjalan namun ini hanya menjadi kerangka kosong karena pemilik modal lebih mementingkan pada self interestnya daripada kesejahteraan manusia seluruhnya.
Manusia yang menjunjung tinggi persaudaraan, dan menjalankan fungsinya selaku hamba Tuhan dan keyakinannya pada hak miliknya yang hanya merupakan titipan sementara dan kepemilikannya terhadap harta bukanlah kepemilikan yang bersifat mutlak. Pemahaman seperti ini jarang kita temui dalam kehidupan para pemilik modal tersebut entah dikarenakan economic power justru bukan pada masyarakat muslim atau pemahaman ilmu ekonomi kesejahteraan yang menurut Amartya Sen itu berada dalam kondisi yang sangat mengkhawatirkan sehingga tidak ada jalan bagi ilmu ekonomi kesejahteraan itu untuk bertempat. Akibat yang terjadi adalah mengeruk keuntungan dengan jalan meminimalkan upah buruh dan mengandakan uang dengan jalan bunga atau riba, atau prinsip cooperatif dalam ekonomi tidak dipraktekkan secara benar namun lebih banyak dalam pertimbangan-pertimbangan laba dan rugi sehingga pengelolaan resiko yang sangat tinggi dengan melupakan asset ekonomi menjadi idle dan berputar pada sector keuangan dan perbankan saja.
Apalagi Konsep riba dalam ekonomi modern, bukanlah bertujuan semata-mata membangun bank bebas bunga, namun larangan riba adalah merupakan wujud agama yang menjawab semua problem sosial ekonomi dalam ekonomi kapitalis, sebab ekonomi kapitalis mendapatkan keuntungan dari produksi dan ekploitasi. Essensi riba seharusnya dipahami atas dasar ekploitasi tersebut, bukan semata-mata dari perubahan suku bunga yang tetap. Pelarangan riba tidak bisa direalisasikan selama masih terdapat tindakan ekploitasi dalam segala bentuknya.
Islam telah memberikan visi suatu masyarakat yang baik dengan memberikan kriteria utamanya, termasuk di dalamnya institusi yang dapat kita lihat dalam perjalanan sejarah. Namun demikian, institusi ini sendiri bukanlah merupakan tujuan dari ajaran Islam, namun hanya merupakan suatu instrumen yang bisa berubah dan menurutnya harus berubah ketika instrumen tersebut telah menyimpang dari nilai yang dibawa oleh al-Qur’an.
Sebagai usahawan swasta dalam skala kecil dalam suatu masyarakat komersil seperti Mekkah tidak bisa disamakan dengan usahawan swasta pada zaman sekarang ini. Usahawan swasta sekarang ini terkumpul dalam bentuk kartel besar, kelompok monopoli dan koorporasi internasional, sehingga potensi merugikan kepentingan masyarakat lebih besar. Maka dalam situasi ini, sektor nasional dan sosial harus mampu melayani kepentingan masyarakat secara umum, karena – sesuai dengan prinsip yang dikemukakan oleh ash-Syatibi – menjaga kepentingan masyarakat luas di atas kepentingan pribadi akan lebih menjaga spirit dan sistem nilai yang dibawa oleh Islam. Wallahu A’lam