Selasa, 13 Mei 2008

Dilema Investasi dan Pengentasan Penggangguran di Jambi

Dilema Investasi dan Pengentasan Penggangguran di Jambi
Oleh: Sucipto, MA
Dosen Ekonomi Islam IAIN STS Jambi.

Sedikitnya ada 2 alasan mengapa tulisan ini diperlukan, pertama, Jambi dalam beberapa tahun mendapatkan dana investasi dari PMDN dan PMA yang cenderung meningkat, peningkatan nilai investasi tersebut ternyata belum mampu menyerap tenaga kerja yang banyak sehingga beban yang ditanggung pemerintah semakin hari semakin sulit. Diperlukan sebuah kebijakan pemerintah yang berlandaskan pada kondisi obyektif ini, kebijakan yang ada selama ini terkesan mengabaikan pada pemenuhan kebutuhan masyarakat akan peluang kerja, terukur menurut minimnya peluang kerja dan rendahnya perhatian untuk peningkatan kualitas masyarakat.
Kedua pernyataan di atas menjadi masalah utama bagi orang yang mengepalai daerah ini, beberapa pertanyaan perlu untuk diajukan agar start kepemimpinan diingatkan bahwa ada beberapa yang menjadi public need dalam masa kepemimpinannya, yakni kesempatan kerja
Untuk memudahkan memahami variable kesempatan kerja dibutuhkan beberapa pertanyaan, diantaranya pertama, bagaimana memahami masalah tenaga kerja dan hubungannya dengan pengelolaan dana investasi, kemana arah dana Investasi tersebut diharapkan oleh masyarakat, kemungkinan sector unggulan yang diharapkan dapat menjadi sector pembangunan ekonomi masyarakat, metoda apa yang direncanakan untuk digunakan dalam meningkatkan efisiensi dana investasi yang relative minim dengan memasukkan variable tenaga kerja dalam masalah tersebut.
Sebagai catatan, beberapa tahun ke belakang Kebijakan investasi secara struktural di Jambi telah terfokus pada sektor industri, hal ini terlihat besarnya pangsa bagi sektor ini dan meningkatnya jumlah perusahan yang bergerak di sektor tersebut. Tidak juga dipungkiri satu upaya untuk melembagakan ekonomi rakyat lewat kebijakan patin jambal dapat memenuhi pasokan bibit patin yang selama ini dirasakan oleh para petani agak sulit didapat, problem tersebut dapat diselesaikan dengan menyingkirkan monopoli pembibitan, dan memberikan keluasan kepada masyarakat untuk melakukan pembibitan dan pemijahan.
Kebijakan 1000 kerambah juga diyakini oleh sebagian kalangan dapat menyelesaikan persoalan pembiayaan bisnis patin Jambal masyarakat, tetapi di sisi lain ternyata pemain baru yang diperankan pemerintah dalam bisnis patin telah menghancurkan “bangunan” bisnis pendeder ikan patin yang dari pertengahan tahun 1990 eksis dengan usaha mereka, ada lebih 500 pendeder ikan patin yang gulung tikar lantaran kebijakan ini.
Anggapan kebijakan-kebijakan kita sangat populis justru kebijakan itu pincang dan merampas kebebasan ekonomi rakyat di tengah kebuntuan ekonomi dalam beebrapa tahun belakang, di sisi lain dalam kebijakan perkebunan juga akan menuai kekhilafan di mana merestrukturisasi lahan masyarakat yang bertahun-tahun dikelola tanpa diversifikasi ekonomi, juga akan memberi masyarakat terjerat pada kondisi tidak ideal, di mana peremajaan itu belum mengakomodir kepentingan kalangan bisnis yang selama puluhan tahun bergelut dalam kegiatan perkebunan. Tiba-tiba kita menampakkan diri sebagai seorang revolusioner dengan menamakan untuk kepentingan pembaharuan dan kejayaan masa depan. Satu sisi mungkin ada kebenaran di sana namun mungkin pula kebenaran itu subjektif, di sisi lain kita juga menuai kekhilafan dangan memperkarakan adat dan tardisi yang selam ini terwarisi menjadi dokrin dan nadi kehidupan mereka.
Kebebasan ekonomi yang perlu di junjung bukan pelembagaan ekonomi untuk kepentingan pemerintah saja, kebebasan yang luas untuk berusaha mencari kehidupan adalah sebuah kewajiban agama dan juga social, makanya biarlah soal ekonomi menjadi hak preogatif masyarakat.
Kondisi ini mempengaruhi pasar tenaga kerja agraris yang mulai dan telah berpindah ke sektor industri, selain itu Investasi di Jambi yang terbagi atas dua kategori PMDN dan PMA, dimana kontribusi PMDN dan PMA di Jambi secara struktural dari tahun 1967-2002 di Jambi juga lebih menekankan pada industri maju yang monopolistic tanpa melihat beberapa kendala dan mengasingkan public need saat ini dan masa depan.
Watak kebijakan yang diambilpun, jauh dari pada pemenuhan hajat hidup masyarakat Jambi yang berakibat pada persedian ruang kerja yang minim, hal ini terukur menurut peningkatan investasi PMDN tidak mampu meminimalisir jumlah penganguran di Jambi, kemungkinan lemahnya pengelolaan dana investasi menjadi penyebab, di sisi lain dana investasi yang minim dan seharusnya cukup untuk membangun ekonomi berbasis rakyat di Jambi, dan atau mungkin belum optimalnya kontrol BKPMD atas investasi yang masuk ke Jambi sehingga peningkatan nilai investasi baik kumulatif ataupun tambahan belum mampu membuat lapangan kerja baru di Jambi bagi ratusan ribu pencari kerja yang masih berstatus menganggur yang kian hari akan bertambah .
Beberapa analisis prediktif yang penulis lakukan ditemui kemampuan Investasi PMDN atas penyerapan tenaga kerja dalam setahun hanya dapat menyerap 47 orang pencari kerja itu jika terjadi penambahan dana investasi dalam tahun X sebesar 6,17 milyar, jika dianalisis lebih dalam kemampuan menyerap sebanyak 47 orang tenaga kerja itu telah memberi kefahaman kepada kita bahwa untuk menyelesaikan 47 orang pencari kerja dibutuhkan ekonomi biaya tinggi (high cost Of Economic).
Temuan di atas akan mengasumsikan bentuk investasi yang ada belum mengkedepankan semangat dan asas kesejahteraan masyarakat, terkadang investasi yang ada lebih terfokus pada industri yang bersifat coorporasi yang besar dan belum tercermin adanya semangat untuk memajukan kepentingan ekonomi rakyat, di mana kepedulian kepada UKM ataupun IKM di Jambi masih lemah.
Jika kita berangan-angan dengan sebuah mainan yang prediktif maka ditemukan nilai investasi di Jambi diperkiraan akan meningkat pada tahun 2005 hingga 2010, di mana angan-angan itu nilai investasi PMDN pada tahun 2005 sebesar Rp 144,29 dalam milyar dan akan terus meningkat pada tahun 2010 sebesar Rp 159,39 dalam milyar, sedangkan tenaga kerja yang terserap oleh Investasi PMDN pada tahun 2005 sebanyak 1392 orang tenaga kerja dan meningkat pada tahun 2010 sebanyak 1664 orang tenaga kerja.
Sedangkan nilai investasi PMA pada tahun 2005 menjadi Rp 75,35 dalam milyar dan tahun 2010 meningkat menjadi 87,85 dalam milyar, tenaga kerja yang terserap pada investasi PMA pada tahun 2005 sebanyak 381 orang tenaga kerja dan pada tahun 2010 meningkat menjadi 1023 orang, Pencari Kerja yang akan terdaftar pada tahun 2005 akan meningkat menjadi 26.407 orang dan pada tahun 2010 meningkat menjadi 31.041 orang sedangkan Lowongan Kerja yang akan terdaftar 3480 buah dan tahun 2010 menurun menjadi 3000 buah.
Seorang ekonom dari Morgan Stanley, Anita Chung, meramalkan target pertumbuhan itu, jika tercapai, tak cukup untuk menyelesaikan persoalan pengangguran. Demikian pula, laju investasi yang diharapkan dapat memecahkan problem pengangguran juga belum bisa diharapkan. Pemerintah seharusnya mengupayakan investasi, baik dalam bentuk Penanaman Modal Asing (PMA) maupun Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) agar kembali berjalan. Sayangnya, iklim usaha sama sekali tidak kondusif untuk menarik investasi baru. Padahal investasi sangat diperlukan untuk menciptakan lapangan kerja. Tanpa investasi masalah pengangguran akan bertambah.
Untuk itu, pemerintah seharusnya duduk bersama dengan para pengusaha. Pelaku usaha perlu diajak bersama, mencari konsep dan strategi yang tepat untuk mencari jalan ke luar dari masalah pengangguran ini. Pemerintah tidak bisa menerapkan kebijakan tanpa melibatkan pelaku usaha karena pengusaha yang nanti akan menjalankan kebijakan tersebut.
Melihat persoalan pengangguran sudah demikian kronis, maka Pemerintah perlu memberikan prioritas terhadap masalah ini. Strategi dan kebijaksanaan yang ditempuh Pemerintah harus merupakan bagian dari proses pencerdasan kehidupan bangsa secara politik, serta proses pemberdayaan masyarakat secara ekonomi.
Sebab, dampak dari pengangguran bisa meluas seperti masyarakat tidak dapat memaksimumkan kemakmuran, menyebabkan pendapatan pajak pemerintah berkurang, dan tidak dapat menggalakkan pertumbuhan ekonomi.
Selain itu, pengangguran juga berdampak secara individu dan masyarakat seperti menyebabkan kehilangan mata pencaharian, menyebabkan kehilangan keterampilan dan menimbulkan ketidakstabilan politik dan sosial. Lebih dari itu, ledakan pengangguran bisa memicu timbulnya tindakan kriminalitas, dan bukan tidak mungkin menimbulkan revolusi jika tidak segera dicari jalan keluar atau penanganannya.
Ada beberapa factor tidak berjalannya peningkatan investasi juga akan mempengaruhi peluang kerja dan mengurangi pengangguran di Jambi,
- Investasi dalam sector industri dan konglomerasi besar, terkait dengan monopolistic investasi dan belum terbukanya aksess masyarakat akan nilai investasi, hal ini terbukti tidak adanya upaya dalam perserikatan yang adil untuk mengelola dana investasi.
- Belum optimalnya kebijakan pemerintah daerah dalam hal ini membuka akses yang besar dalam mengelola dana investasi bagi UKM dan IKM di Jambi yang mengarah pada kepentingan pengembangan ekonomi kerakyatan. Tentu hal ini tidak akan meluaskan industri-industri kecil yang padat karya, komposisi atau paduan output sangat mempengaruhi jangkauan kesempatan kerja (terutama barang-barang konsumsi pokok) membutuhkan lebih banyak tenaga kerja.
- Investasi hanya mengarah pada bagian timur jambi seperti beberapa kabupaten yang dengan pusat ibukota dan belum merambah merata di ke semua daerah tingkat II, kondisi ini melahirkan monopoli baru dan masyarakat di bagian barat provinsi Jambi cenderung diabaikan, sehingga terjadi akselerasi urbanisasi di Propinsi Jambi. Kondisi ini berakibat tidak seimbangnya ekonomi kota-desa, keseimbangan ekonomi yang layak bagi kota dan desa juga tidak tercipta, strategi ini cukup penting untuk menanggulagi masalah pengangguran di pedesaan maupun di perkotan.
- Belum berubahnya keterkaitan langsung antara pendidikan dan kesempatan kerja, munculnya penomena pengangguran berpendidikan mengundang pertanyaan tentang kelayakan pengembangan pendidikan secara besar-besaran dan kelewat batas. Hasil penelitian ini juga mengungkapkan dimensi kebijakan investasi dan kebijakan pengangguran di Jambi dan terpenting masih lemahnya kebijakan yang berorientasi pada pemenuhan hajat hidup orang banyak yang termaktub dalam UUD 1945, arah kebijakan yang lebih mementingkan pertumbuhan ekonomi daripada perluasan peluang kerja bagi masyarakat Jambi yang sampai hari ini harus terus menyuap untuk mendapatkan pekerjaan.
Arah kebijakan masa depan dalam prespektif ekonomi Islam untuk kasus Jambi :
- Kebijakan-kebijakan Investasi Pemerintah Daerah Jambi seyogyanya menyangkut pemenuhan kebutuhan masyarakat Jambi akan peluang kerja yang memadai dengan kemampuan personal yang mendukung agar masyarakat Jambi ke depan tidak hanya menjadi kuli di kampungnya sendiri. Kebijakan ekonomi baik investasi maupun kebijakan kependudukan belum aplikatif dan hanya di atas kertas saja, apalagi arah PROPEDA yang masih bersifat filosofis dan tidak dapat diimplementasikan secara praktis di tengah masyarakat Jambi.
- Adanya Peraturan daerah yang mendorong percepatan dan pembukaan peluang kerja sehingga masalah penganguran di Jambi akan cepat teratasi, rumusan Perda yang ditawarkan bersifat mengikat dan memenuhi prinsip-prinsip amanah sebagai landasan menjalankan Perda tersebut.
- Kebijakan Investasi untuk masa datang adalah kebijakan yang harus memperhatikan dan memahami bahwa nilai uang dalam milyar rupiah yang telah diprediksi tidak sama dengan nilai uang pada masa sekarang yang berarti, modal yang padat fungsinya dan bentuknya yang lebih mengikat sehingga dalam pengelolaan tidak terjadi masalah seperti mubazir dan isrof. Perhitungan yang secara matematis dan dinamis ditentukan dahulu dengan mengedepankan prinsip cooperatif dalam pengelolaan dana investasi yang terarah pada investasi padat karya dengan akad musyarakah.
- Strategi baru yang diperlukan ialah tentang realokasi sumber daya manusia dan alam serta dana melalui reformasi politik RAPBN yang sama sekali harus mengutamakan kepentingan rakyat terukur menurut sasaran terpenuhinya kebutuhan pokok itu. Pada gilirannya harga kebutuhan pokok yang adil, baik untuk barang maupun jasa, oleh masyarakat luas akan terjangkau. Dalam kaitan ini maka politik kompensasi harus ditujukan kepada mereka yang memproduksi kebutuhan pokok tersebut di atas. Petani tanaman pangan dan kelompok miskin lainnnya harus terlebih dahulu menerima kompensasi ini berupa : pembebasan biaya pendidikan bagi anak-anaknya selama sembilan tahun, bebas dari biaya pengobatan, bebas dari pembayaran untuk penerangan listrik, dan tersedianya air yang cuma-cuma untuk keperluan sehari-harinya yang kesemuanya diturunkan dari konsep kebutuhan pokok di atas. Bila ini dapat dilakukan dengan baik dan serentak dan dalam waktu singkat, maka kata, ucapan dan tindakan yang kontra produktif yang keluar dari dan masuk telinga, mata dan perasaan antar sesama warga akan menjadi terkurangkan

Tidak ada komentar: